Minggu, 30 November 2014

Sepenggal Hati di KAmpus Hijau

Sepenggal hati di kampus hijau.

Pagi itu bertepatan pada hari peringatan Ibu Kartini tiga belas tahun yang lalu, Universitas Negeri Jakarta menyelenggarakan Wisuda tahun 2001 di depan lapangan Perpustakaan dalam kampus A. Seluruh wisudawan dan wisudawati duduk menunggu prosesi wisuda di mulai dengan saling bercakap-cakap, memperbaiki riasan dan berfoto ria. Mereka berpakaian wisuda model terbaru dengan kerah lebar  berwarna warni dan berjuntai di belakang. Toga dengan rangkaian tali kur berwarna sesuai dengan tingkatan masing masing menjuntai di sisi kiri telah siap dipindahkan ke sisi kanan sebagai tanda simbolis para wisudawan dan wisudawati telah lulus secara resmi dari universitas Negeri Jakarta. Posesi ini akan diikuti oleh menyerahan ijazah yang akan dilakukan di fakultas masing-masing.

Salamah juga duduk bersama teman temannya pada kursi bagian tengah. Dia duduk dengan gelisah karena tak sabar menunggu posesi wisuda dimulai. Bukan itu saja yang menjadi penyebab kegelisahannya. Undangan pernikahannya belum selesai dicetak sedangkan hari pernikahan hanya tinggal 2 minggu lagi. Ia menimbang-nimbang kapan waktu yang tepat menyampaikan kabar ini pada teman-temannya. Selama ini ia belum penah bercerita pada siapapun bahwa ia telah dilamar dua minggu lalu. Bahkan kepada sahabatnya sendiri yang masih berkutat dengan skripsinya pada saat itu. Setelah sidang wisuda, ia memang jarang bertemu dengan teman-temannya. Mereka sibuk dengan urusan masing-masing.

 Salamah merasa beruntung dapat menyelesaikan kuliahnya dalam kondisi perekonomian keluarga yang pas-pasan. Fakultas pendidikan yang dipilihnya adalah jurusan yang sesuai dengan kantong orang tuanya yang sederhana. Salamah bersukur  diterima di Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris yang menjadi jurusan favorit di universitas tersebut. Ia menyelesaikan kuliahnya sambil bekerja membantu perekonomian orang tuanya. Tentu saja hal ini mengganggu kosentrasi belajarnya sehingga ia bukan termasuk mahasiswi yang cemerlang.

Posesi wisuda sudah selesai, para wisudawan beranjak menuju fakultas masing-masing. Dalam aula Fakultas telah penuh oleh para orang tua wisudawan yang duduk menunggu. Sebagaimana telah diatur dalam gladi resik kemarin, para wisudawan berbaris menurut nomor urut daftar penerima ijazah di pintu masuk. Pembagian ijazah ini akan dimulai ketika para dekan dan dosen sudah siap di atas panggung penghargaan. Salamah ikut menunggu di pintu masuk. Sekarang teman-teman satu jurusannya berkumpul membentuk barisan.
Luqman, teman satu jurusan menghampirinya dan memandangnya lekat-lekat.
“Ada apa Man?”
“Enggak ada apa-apa. Sal pake lipstick yah?”
“ Enggak kok Cuma pake lipsgloss. Kelihatan ya. Tadi Ida yang kasih saran. Katanya bibirku pucat.”

Salamah tersipu malu. Belum pernah ada lelaki yang memperhatikannya sedemikian detail. Luqman, pemuda yang pernah menggetarkan hatinya dan sekarang berdiri bersisian sambil memperhatikannya membuat Salamah seakan melayang. Namun sekejap ia sadar ia sudah dilamar seseorang. “Ah, andai saja ia yang melamarku.” Bisik Salamah dalam hati, “Ayah pasti bangga dengannya.” Betapa tidak Luqman adalah mahasiswa kesayangan para dosen. Ia sangat berprestasi. Entah apa yang membuatnya menunggu 7 tahun agar dapat diwisuda. Luqman masih tetap berdiri disamping Salamah dan menatapnya tanpa berkata-kata apapun. Salamah merasa jengan dan malu. Luqman berdiri di luar barisan yang sudah tentu menjadi perhatian banyak orang.

Akhirnya para wisudawan dipersilahkan menuju Aula menempati kursi yang telah disediakan oleh pembawa acara melalui pengeras suara. Luqman bergegas kembali ke dalam barisannya. Salamah segera melupakan kejadian itu dan bersiap menunggu barisannya bergerak maju. Pembawa acara terus menerus membacakan naskah penyambutan baru berhenti  setelah semua wisudawan duduk pada kursi masing-masing. Acara segera dimulai dengan hikmat. Setelah sambutan yang disampaikan dekan fakultas pendidikan, acara disambung dengan pengumuman-pengumuman. Semua orang dapat mendengar Luqman disebut sebagai mahasiswa yang lulus dengan predikat cumlaud. Sebuah prestasi yangmembanggakan. Satu persatu wisudawan tampil di panggung menerima ijazah dari dekan langsung satu persatu. Rangkaian acara telah selesai. Salamah dan teman-teman saling mengucapkan selamat dan berfoto-foto sambil menunggu orang tua menghampiri.

Sementara itu, mata Salamah menangkap sosok Luqman yang sedang berjalan diiringi sepasang suami istri. Salamah menduga mereka adalah orang tua Luqman. Luqman dan Salamah bertatapan dari kejauhan. Salamah mendadak gelisah pandangan itu seakan mengatakan sesuatu yang dulu ia harapkan. Salamah bimbang, ia telah berjanji dihadapan dua keluarga untuk menerima seorang lelaki yang baru dikenalnya sebagai suaminya. Baginya janji adalah hutang yang harus ditepati. Namun berjalan dihadapannya sesosok yang ia harapkan mendampingi hidupnya datang dengan sejuta senyum dan pesona. Salamah harus mengambil keputusan dengan cepat. Melanggar janji atau kehilangan pesona impiannya. “Luqman seandainya engkau lebih cepat mengungkapkan perasaanmu” batin Salamah.

Luqman beserta orang tuanya semakin mendekati tempat Salamahyang masih berdiri mematung. "Apa yang harus kuperbuat ya robbi." Jerit Salamah dalam hati. Salamah harus mengambil keputusan dengan segera.
“Luqman.... selamat ya ....lulus dengan cumlaud. Pasti orang tuamu bangga deh.”
“Terima kasih. Sal, ada yang ingin saya bicarakan.”
“Aku juga man.!”
“Sal dulu aja deh.”
“Dua minggu lagi aku mau menikah, Man. Undangannya belum jadi nih. Tapi aq punya peta rumahku. Datang ya Man.”
Salamah telah mengambil keputusan. Ia memutuskan kehilangan pesona impiannya daripada menanggung hutang dan mempermalukan keluarganya.
“Kamu mau ngomong apa Man.”
“Ga jadi deh.”
Salamah langsung meninggalkan Luqman dan bergabung kembali dengan teman-teman wanitanya memberitahukan tentang rencana pernikahannya kepada mereka.

Salamah tahu ia telah mengecewakan Luqman. Ia hanya berharap Luqman datang lebih cepat mengungkapkan perasaanya. Sehingga ia tak kan pernah membuat janji dengan lelaki lain. Sepotong hati Salamah telah tertinggal di kampus hijau itu. Salamah pulang dengan perasaan hampa yang berusaha ditepisnya jauh-jauh agar tidak menghalangi langkah kehidupannya lebih lanjut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar